Ternyata, dosen-dosen Indonesia tak hanya berkarir di negeri sendiri, namun ada juga yang mengabdi di luar negeri. Beberapa dosen berprestasi asal Indonesia tersebut dipercaya menjadi pengajar di kampus ternama luar negeri lantaran pernah mengenyam pendidikan di kampus tersebut sebelumnya, serta memiliki kapabilitas bagus sebagai akademisi.
Tak hanya di negara Asia, dosen Indonesia juga banyak yang mengajar di berbagai kampus di Australia, Eropa, bahkan Amerika. Pun, mereka mengajar bidang ilmu yang beragam, baik saintek maupun sosial humaniora. Siapa saja dosen Indonesia yang menjadi pengajar di luar negeri? Berikut ulasannya!
Prof. Nelson Tansu, Ph.D (Lehigh University)
Lahir di Medan, Sumatera Utara, 20 Oktober 1977, pada akhirnya Nelson Tansu mengabdikan diri sebagai pengajar di salah satu kampus ternama di East Coast, Amerika Serikat, Lehigh University.
Doktor bidang teknik elektro dan komputer dari Winsonsin-Madison University tersebut menjadi dosen berprestasi di Lehigh University setelah sebelumnya ditawari sebagai asisten profesor di kampus tersebut karena berbagai prestasi gemilang yang ia torehkan.
Peraih The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award tersebut mengajar di Departemen Teknik Elektro dan Komputer Lehigh University untuk jenjang master dan doktoral.
Paling baru, pria yang memiliki 17 hak paten, penulis lebih dari 130 artikel di jurnal internasional, dan 279 publikasi konferensi tersebut mendapat predikat Highly Cited Researcher dari Clarivate Analytics (sebelumnya bernama Thomson Reuters) pada 2018 lalu.
Dr. H. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A., Ph.D (Monash University)
Perjalanannya sebagai dosen di Australia cukup menarik. Gus Nadir, sapaan karibnya mengaku sempat mengalami cultur lag ketika pertama kali kuliah di Australia. Hal tersebut disebabkan oleh latar belakangnya sebagai santri dan keluarga yang agamis. Ayahnya, Prof. KH Ibrahim Hosen adalah Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) rentang 1981 – 2000 dan rektor IAIN Palembang.
Praktis, tradisi Islam yang begitu kental membuatnya merasa agak kaget ketika menempuh pendidikan di Negeri Kanguru tersebut. Meski begitu, petuah ayah agar dia bisa ‘menaklukkan’ Negeri Barat membuatnya semangat untuk belajar dan berkarir di luar negeri.
Setelah menamatkan studi sarjana di IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UIN Syarif Hidayatullah), Gus Nadir melanjutkan studi master di dua kampus sekaligus, University of New England (studi Islam) dan Northen Territory University (ilmu hukum). Pada jenjang doktoral, dosen berprestasi ini juga menempuh pendidikan di dua kampus sekaligus, yaitu Wollongong University (ilmu hukum) dan National University of Singapore (ilmu hukum Islam).
Setelah lulus dan memulai karir sebagai dosen, Penulis buku Kiai Ujang di Negeri Kanguru (2019) tersebut sempat direbutkan oleh dua kampus terbaik, Wollongong University dan Monash University. Akhirnya, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) tersebut memilih Monash University dan menjadi dosen bidang hukum pertama dan satu-satunya asal Indonesia di Monash University.
Dr. Hadi Susanto (University of Essex)
Berasal dari keluarga kurang mampu di Lumajang, Jawa Timur, Hadi Susanto akhirnya bisa menjadi dosen di salah satu kampus kenamaan di Inggris, University of Essex. Setelah menamatkan SMA di Lumajang, Hadi berhasil lolos UMPTN di jurusan Matematika, Institut Teknologi Bandung (ITB). Selama kuliah di kampus terbaik Indonesia tersebut, Hadi berkesempatan melakukan penelitian tugas akhir di Belanda. Ia meraih Ganesha Prize (mahasiswa terbaik ITB) 2000.
Setelah lulus jenjang sarjana, Hadi melanjutkan studi di master dan doktoral di universitas yang sama, University of Twente, Belanda untuk bidang matematika terapan melalui beasiswa. Dosen berprestasi ini juga pernah menjadi visiting assistant professor di University of Massachusets dan asisten profesor bidang matematika terapan di University of Nottingham.
Sejak 2013, dosen berprestasi menjadi Associate Professor di Department of Mathematical Sciences University of Essex, Inggris. Penulis buku Tuhan Pasti Ahli Matematika! (2015) tersebut juga menjadi Guru Besar Luar Biasa di ITB, almamaternya saat jenjang sarjana.
Bisa dibilang, Hadi adalah salah satu matematikawan dunia asal Indonesia. Karyanya di bidang matematika sudah banyak dipublikasikan dalam jurnal internasional prestisius diantaranya, Physical Review, SIAM Journals, Physics Letters A dan Optics Letters. Pun, ia juga memiliki hak paten untuk beberapa hasil penelitian.
Prof. Dr. Irwandi Jaswir (International Islamic University Malaysia)
Irwandi Jaswir adalah salah satu dosen asal Indonesia yang mengajar di Negeri Jiran. Pria asal Kabupaten Agam tersebut adalah dosen sekaligus profesor yang bekerja sebagai koordinator riset di Halal Industry Research Centre, International Islamic University Malaysia (IIUM), Kuala Lumpur.
Irwandi mengajar di kampus tersebut untuk bidang bioteknologi. Ia pernah menjadi Head Department and Deputy Dean di Universitas Pertanian Malaysia, peneliti tamu di National Food Research Institute (NFRI) Tsubuka, Jepang di bidang teknologi pangan dan Ketua Korea-INHART Halal Certification Authority in Korea.
Paling baru, Irwandi berhasil meraih penghargaan King Faisal International Prize 2018 untuk Kategori Pelayanan Islam. Penghargaan ini diraih berkat dedikasinya dalam pelayanan Islam dalam bidang Ilmu Halal yang ia publikasikan secara luas meliputi 120 jurnal ilmiah, 30 book chapters, dan 250 paper di konferensi internasional. Banyak karya yang sudah ia hasilkan, sehingga Irwandi layak disebut sebagai dosen berprestasi.
Prof. Agus Sofyan (Big Sandy Community and Technical College)
Setelah menamatkan pendidikan sarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Sofyan memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi pascasarjana di University of Kentucky. Selama 10 tahun, ia berhasil menamatkan sampai studi doktoral di kampus yang terletak di Lexington tersebut.
Setelah meraih gelar doktor, Sofyan, sapaan karibnya melamar di Big Sandy Community and Technical College, sekolah program diploma dan politeknik di kota kecil, Paintsville, untuk bidang ilmu biologi. Diterima, Sofyan akhirnya mengajar di Departemen Biologi sejak 2007.
Ulasan kisah dosen-dosen tersebut hanya lima dari sekian banyak dosen berprestasi asal Indonesia yang mengajar di luar negeri. Tak hanya menjadi dosen, dunia juga mengakui prestasi gemilang di bidang masing-masing. Meski mengabdi di luar negeri, dosen asal Indonesia tersebut tak melupakan identitasnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). (duniadosen.com/az)