fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Prof Retno Widyani Sukses Karir Dosen Hingga Pengusaha

karir dosen
Prof. Dr. Drh. Retno Widyani, MS., MH., Dosen Peternakan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Cirebon sekaligus Guru Besar Universitas Muhammadiyah Cirebon. (Foto: dok. Retno Widyani)

Dengan menjadi dosen atau pengajar membuat pribadi seorang Retno Widyani tak hanya puas menjadi seorang pengajar. Lebih dari itu, ia memanfaatkan keilmuan serta pengalamannya untuk membangun ragam usaha yang kini semakin berkembang dan memiliki puluhan karyawan. Lantas seperti apakah perjalanan karir dosen Retno yang juga sekaligus menjadi pengusaha sukses? Berikut hasil wawancara tim duniadosen.com.

Jiwa seorang pengajar yang melekat pada diri Prof. Dr. Drh. Retno Widyani, MS., MH., tak lain berasal dari darah ayah dan ibunya yang juga merupakan seorang pengajar. Ayahnya merupakan seorang guru Sekolah Dasar dan ibunya sebagai guru TK. Untuk meraih cita-citanya menjadi dosen, usai lulus S1 dan berprofesi sebagai dokter hewan kala itu, tanpa waktu lama Retno melanjutkan kuliah S2 di Fakultas Peternakan di perguruan tinggi yang sama, di Universitas Gadjah Mada (UGM). Usai lulus S2, Retno pindah domisili ke Cirebon mengikuti suami. Di kota udang tersebut Retno akhirnya mengawali karir dosen di Fakultas Pertanian Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon, pada tahun 1993.

”Kemudian tahun 1994 diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dan melanjutkan program Doktor di UGM Yogyakarta dan lulus tahun 1999,” ungkap putri pertama dari enam bersaudara pasangan R. Sarwoko Mangunkusumo dan Tugiyah ini.

Jabatan fungsional dosen, Retno lalui mulai dari sebagai Asisten Ahli sampai Lektor Kepala di Unswagati, Cirebon. Dari sana Retno menemui aturan-aturan regulasi yang mewajibkan untuk mengajukan jabatan Guru Besar, yaitu harus berada pada disiplin ilmu yang linier. Karena latar belakang S1, S2, dan S3 Retno dalam bidang kesehatan hewan dan peternakan, maka program studi yang diampu nantinya juga harus sesuai. Yaitu program studi peternakan.

Mengingat di Unswagati hanya ada program studi Pertanian, maka Retno dimutasi kerja ke Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) pada tahun 2006, yang membuka program studi peternakan. Di perguruan tinggi tersebut pula ia mengajukan jabatan sebagai Guru Besar. Akhirnya, jabatan akademik Profesornya turun pada 2010 dan dikukuhkan sebagai Guru Besar di UMC.

Untuk menjadi dosen di Perguruan Tinggi kecil yang berada di kota kecil dirasakan Retno sangat tidak mudah. Ia pun mengaku menemui banyak kendala, mulai dari gaji yang sangat kecil, fasilitas terbatas, tingkat belajar mahasiswa yang masih rendah, yayasan kurang mendukung karena kurang memahami masalah pengelolaan pendidikan, serta dukungan finansial lembaga untuk peningkatan tingkat pendidikan dan jabatan akademik yang sangat kurang.

Dosen Peternakan Fakultas Teknik UMC ini mengungkapkan, untuk menjadi dosen di perguruan tinggi di kota kecil, harus mereka yang benar-benar memiliki panggilan jiwa. Dan jika ingin karirnya terus naik, harus siap berkorban dan mengandalkan kreativitas untuk menempuh jenjang karir yang lebih tinggi.

”Tapi di tahun-tahun sekarang kendalanya berganti menjadi masalah penelitian dan publikasi hasil penelitian maupun buku. Jurnal harus terindeks harus punya e ISSN dan p ISSN serta buku harus ber ISBN. Harus aktif di seminar nasional maupun internasional. Ini semua juga perlu biaya tinggi untuk akomodasi dan biayanya. Lembaga belum bisa memenuhi dan harus tetap aktif mencari biaya sendiri. Negara memang memberi dana hibah untuk penelitian pengabdian dalam banyak skema, tetapi tidak semua dosen beruntung untuk memperolehnya, serta laporan pertanggungjawabannya pun cukup rumit,” papar dosen yang berhasil meraih gelar S3 nya di Pertenakan UGM pada tahun 1999 tersebut.

Sebenarnya secara praktis Retno tidak terlalu menyukai bidang peternakan. Tetapi secara teoritis untuk keperluan akademik, ia menyukai bidang apa saja untuk ditekuni termasuk peternakan. Namun, semakin mendalami bidang tersebut, Retno justru makin cinta. Dan bidang Peternakan yang menjadi concern-nya adalah nutrisi dan kesehatan hewan. Hal tersebut tidak lain karena menemani sang suami kuliah di kedokteran hewan saat itu. Serta keilmuan peternakan itu masih satu linieritas dengan program studi kedokteran hewan, hanya lebih pada bidang ilmunya.

Menurut Retno menjadi dosen yang baik, yaitu harus diawali dengan mencintai profesi tersebut kemudian megikuti aturan di berbagai pedoman tentang perdosenan. Dan selalu menjalankan tugas tanggung jawab profesi dengan amanah, ingat akan akhirat dengan sebaik-baiknya. Sehingga tidak terlena dengan gemerlapnya kehidupan dunia yang fana dan palsu.

Teknologi semakin berkembang pesat, tak jarang hal tersebut menjadi kendala para dosen senior. Namun, hal tersebut tidak dijadikan suatu momok bagi Retno. Ia pun mengatasi hal tersebut dengan meminta tolong kepada putra putrinya.

”Ini yang jadi kendala bagi saya, karena gaptek. Anak-anak sering membantu mengatasi masalah ini. Intinya di era ini pendidikan harus bergandeng tangan dengan industri, karena lonjakan mutu produk penelitian dan teknologi menjadi link and match. Tidak ada lagi kemubaziran penelitian di kalangan perguruan tinggi,” ucap dosen yang memiliki kepakan dalam bidang Nutrisi dan kesehatan ternak (Fokus penelitian menyusun Indonesian Veterinary Herbal Medicine)

Dalam menghadapi mahasiswa yang notebene para milenials, penulis buku Kajian Islam Profesi Peternakan ini memiliki kiat khusus. Diantaranya dengan memberikan materi kuliah sebelum kuliah diberikan, sehingga mahasiswa dapat membaca materi terlebih dahulu. Dan saat kuliah, berdiskusi secara dua arah. Suasana kuliah akan lebih menyenangkan dan hidup dibanding komunikasi satu arah.

Kemudian, sistem pengajaran perlu ditambah variasi agar mahasiswa tidak bosan. Sebaiknya setiap dosen punya buku ajar yang ditulisnya sendiri, agar mahasiswa memiliki referensi mata kuliah yang tengah ditempuh.

”Teknik mengajar ya awal perkenalan serta tentukan kesepakan sisitem kuliah seperti apa, komposisi penilaian bagaimana, sehingga tidak ada complain saat nilai sudah keluar nanti di akhir semester. Sampaikan rencana topik yang dibahas tiap minggunya selama satu semester. Gunakan metode yang bervariasi, kadang dosen aktif kadang mahasiswa aktif,” bebernya.

Pun begitu banyak pengabdian masyarakat yang telah Retno lakukan. Antara lain, membina para peternak, membantu pemerintah mengisi berbagai pelatihan bidang pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan (agro kompleks), serta mendukung kegiatan sosial dan keagamaan.

Inovasi atau temuan di bidang peternakan yang sudah Ia buat pun cukup beragam. Yaitu membuat Formula Telur Kolesterol Rendah, Persyaratan Asam amino pembatas utama pada ayam pedaging di Indonesia. Dan saat ini ia tengah meneliti proses pembuatan nutrisi  dari bahan alam untuk menjaga kesehatan unggas.

karir dosen
Prof. Dr. Drh. Retno Widyani, MS., MH., tak hanya sukses dalam bidang akademik, tapi juga sukses dalam berbisnis. (Foto: dok. Retno Widyani)

Perempuan kelahiran Yogyakarta 22 Juli 1963 itu mengungkapkan, cita-cita semua dosen pastinya ingin menjadi Profesor. Setelah menjadi Profesor ada tugas khusus yang harus ditunaikan yaitu menulis buku, publikasi hasil penelitian serta menyebarluaskan gagasan. Baik melalui jurnal atau di seminar/konferensi dan sejenisnya. Namun, untuk cita-cita pribadi, Retno ingin berinvestasi akhirat melalui kegiatan ilmu manfaat, amal jariyah, dan anak-anak yang salih.

”Sehingga kegiatan sehari-hari saya akan berfokus pada ketiga hal tersebut, tidak berfokus pada popularitas dan kekuasaan,” jawabnya kepada tim duniadosen.com melalui surel.

Diusianya yang tak lagi muda, Retno tetap aktif diberbagai kesibukan yang bermanfaat. Diantaranya, mendirikan berbagai perusahaan yang menopang cita-citanya sebagai insan yang bermanfaat, yaitu mendirikan usaha Penerbitan Buku di tahun 2006, saat itu bernama Swagati Press bersama putri pertamanya An Nuur Ratna Sari. Kemudian penerbit tersebut berganti nama Deepublish Publisher yang dilanjutkan oleh putra keduanya, An Nuur Budi  Utama hingga saat ini.

Hal tersebut bagi Retno sebagai perwujudan bidang ilmu yang bermanfaat, agar ilmu para Dosen Indonesia bisa dipublikasikan secara global dengan biaya yang sangat terjangkau. Sebab menurut pengalamannya, jika menggunakan jasa penerbit kovensional akan membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal. Tal hanya itu, saat ini Retno juga tengah disibukkan dengan proses perizinan perusahaan baru yang merupakan hasil penelitian yang bersifat ekonomis dan memiliki nilai komersial.

Selain itu, Ibu tiga anak ini juga memiliki keinginan membangun masjid, membuat tempat pengajian, mendukung program tahfidz Qur’an untuk anak-anak, sebagai  kegiatan amal jariyah. ”Dalam waktu dekat, rencananya ingin membuat lembaga pendidikan vokasi dibawah naungan Yayasan Sarwoko Mangunkusuma dengan bidang ilmu yang dibutuhkan oleh bangsa pada saat nanti. Insya Allah. Saya juga fokus untuk mengurus anak-anak, selama anak tersebut masih membutuhkan ibu (artinya belum dewasa). Agar terjaga keimanannya dan menjadi anak yang salih/salihah,” harap Perempuan asli Yogyakarta ini.

Meski banyak tugas dan tanggung jawab yang diemban, dalam berprofesi sebagai dosen, Retno mengaku banyak menemui suka. Karena baginya kegiatan dosen adalah berbagi. Ada kebahagiaan saat dirinya bisa berbagi. Ketika ditanya tentang duka sebagai dosen, Retno mengaku beratnya memenuhi standar Tridarma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat).

”Kalau untuk bidang pendidikan tidak masalah. Karena kegiatannya mengajar, menguji, membimbing skripsi, praktek dan lainnya dilakukan di kampus. Namun, ketika penelitian perlu biaya, begitu juga untuk pengabdian pada masyarakat,” jelasnya.

Menurut dosen berusia 56 tahun ini, tantangan dosen saat ini adalah menjadikan mahasiswa menjadi seorang yang professional di bidangnya, bermental pantang menyerah dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup, serta berani menjadi pengusaha. Retno pun berusaha melatih mahasiswanya untuk jangan selalu berpikiran menjadi pegawai yang pasif.

Meskipun banyak penelitian yang ia hasilkan jurnal dan buku yang ia tulis, serta memiliki ragam usaha yang berkembang, namun bagi ibu tiga orang anak ini nilai prestasi tertinggi dalam hidupnya adalah ketika tertib ibadahnya (sholat, puasa, zakat, haji), memiliki sikap sabar, tawakal, dan menjaga keimanan hanya kepada Allah SWT. Baginya, pangkat, jabatan duniawi hanya sebagai alat untuk menjalankan ibadah. Dan kesuksesan menurut Retno adalah meninggal dengan keadaan husnul khotimah.

”Bagi saya penghargaan itu tidak terlalu penting.  Dosen, Polisi, Dokter, Wartawan  dan lainnya itu adalah profesi yang merupakan panggilan jiwa masing-masing. Tanpa penghargaanpun jika kita bekerja di passion kita hal tersebut merupakan kebahagiaan tak ternilai,” jelasnya.

Selain giat melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, Retno termasuk dalam dosen yang aktif menulis, sudah 3 buku yang ia hasilkan. ”Santai saja ada waktu menulis jika kita perlu menulis. Kewajiban menulis itu 3 tahun sekali harus lahir 1 judul buku. Buku yang sudah saya tulis banyak, tetapi sejak menjadi dosen hak cipta mulai saya lampirkan,” terangnya.

Adapun sosok yang begitu menginspirasi hidupnya adalah sosok sang Ayah Sarwoko Mangunkusumo. Hal terpenting dalam mendidik anak-anaknya adalah ditanamkan ilmu agama sejak dini. ”Beliau hidup untuk anak-anaknya, luar biasa. Saya pun mencontoh apa yang ayah terapkan dalam keluarganya dahulu. Yaitu saya meminta Mubalighot tinggal di rumah untuk mengajari mengaji anak-anak tiap hari dengan Alqur’an dan Hadist beserta maknanya, serta tata cara ibadah lainnya. Hal yang saya tanamkan ke anak-anak, yaitu hidup hakiki itu di akherat maka persiapkan,” tegasnya.

Retno pun tidak memiliki harapan muluk untuk kampus tercintanya Universitas Muhammadiyah Cirebon. Ia hanya ingin bisa memberikan yang terbaik, khususnya untuk prodi Peternakan. Sehingga ke depan para alumninya bermental baja dan sukses dalam sekolah serta kehidupan selanjutnya. (duniadosen.com/ta)