Jakarta – Tahun ini, pemerintah alokasikan Rp 2,7 triliun untuk revitalisasi sarpras (sarana dan prasarana perguruan tinggi. Pada acara Peningkatan Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Sarana dan Prasarana Tahun Anggaran 2019 di Lingkungan PTN dan LLDikti, Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti melaporkan, total anggaran tersebut terbagi menjadi lima skema pembiayaan program. Salah satu yang menjadi prioritas adalah menyelesaikan 38 gedung mangkrak atau berstatus KDP di PTN.
Banyaknya bangunan mangkrak di perguruan tinggi Indonesia menjadi salah satu kendala mewujudkan pendidikan tinggi berkualitas era revolusi industri 4.0. Pasalnya, alih-alih memenuhi sarpras termutakhir, pemerintah masih dibebani pekerjaan rumah. Baik untuk meneruskan pembangunan gedung berstatus KDP (konstruksi dalam pengerjaan), maupun memenuhi kekurangan kebutuhan infrastruktur di berbagai perguruan tinggi.
”Anggaran tersebut dialokasikan, yaitu untuk 11 PTN 3T dan LLDikti sebesar Rp 150 miliar, 7 PTN melalui SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) sebesar Rp 498 miliar, revitalisasi 7 LPTK sebesar Rp 73,6 miliar, pembangunan 12 PTN melalui PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negeri) sebesar Rp 370,43 miliar, dan sisanya Rp 1,6 triliun untuk menyelesaikan 38 KDP oleh PUPR,” tutur Dirjen Ghufron dilansir sumberdaya.ristekdikti.go.id.
Dirjen Ghufron menyebut, alokasi dana sarpras pendidikan tinggi tahun ini cukup besar setelah tiga tahun terakhir anggaran yang tersedia relatif sedikit. Kendati demikian, agar anggaran dapat terserap dengan efektif, Kemenristekdikti memiliki strategi dengan cara membagi zona prioritas pendanaan sarpras.
Prioritas pertama, yakni zona merah di mana kriteria penerimanya adalah PTN Satker di daerah 3T, PTN yang belum memiliki gedung pembelajaran, dan LLDikti yang belum memiliki gedung perkantoran. Kedua, zona kuning, yaitu PTN satker baru wilayah non-3T, PTN Satker lama wilayah 3T dan non-3T, dan LLDikti belum memenuhi kebutuhan minimal sarpras. Zona merah dan kuning ini akan diselesaikan menggunakan dana APBN, SBSN, dan PHLN. Sedangkan zona hijau adalah untuk PTN BLU, dan terakhir adalah zona biru yang merupakan PTN-BH yang menggunakan strategi pendanaan melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan PHLN.
”Kami mendorong masing-masing pimpinan perguruan tinggi dan LLDikti rutin melakukan koordinasi, serta monitoring dan evaluasi supaya dana yang diberikan benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Pengalaman kami kemarin, ada beberapa perguruan tinggi yang diberi anggaran sarpras, tetapi serapannya rendah,” tambah Dirjen Ghufron.
Selain itu, pemerintah kini mulai fokus terhadap pembangunan sarpras pada bidang vokasi dan seni. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam arahannya mengatakan, sarpras pada pendidikan vokasi era revolusi industri 4.0 harus memenuhi pembelajaran dan praktik yang modern. Terkait dana yang relatif besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pihaknya pun telah mengajukan anggaran, dan diharapkan bisa direalisasikan tahun depan.
”Fokus pembangunan sarpras pendidikan vokasi sendiri terdapat di politeknik, universitas, juga institut. Sementara untuk mengembangkan kebudayaan Indonesia ini diprioritaskan di perguruan tinggi seni, seperti ISI dan ISBI. Masing-masing perguruan tinggi seni tersebut harus mampu menunjukkan keunikan dan keunggulannya,” terang Menteri Nasir.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Nasir turut mengomentari mengenai masalah gedung mangkrak yang ditemukan di banyak PTN di Tanah Air. Menurutnya, masalah gedung mangkrak dapat dihindari dengan pengelolaan anggaran yang baik. Oleh sebab itu, waktu pelelangan menjadi penting untuk diperhatikan masing-masing perguruan tinggi dan LLDikti.
”Sekarang pembangunan sarpras baru supaya tidak mangkrak sejak awal lelang harus sudah selesai. Jika Januari sudah mulai dibuka lelang, kira-kita Maret sudah selesai lelang, sehingga April sudah jalan. Dengan begitu, pembangunan bisa berjalan empat sampai enam bulan, dan akan selesai tepat waktu. Tentu proses pembangunan ini akan kami kawal, bahkan pendampingan dari PUPR yang merupakan ahlinya,” tuturnya.
Menteri Nasir juga menjelaskan mengenai prinsip dan etika pengadaan sarpras yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Untuk prinsip yang harus diperhatikan, lanjut Menteri Nasir, meliputi akuntabel, efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, dan adil. Sementara terkait etika, di antaranya tertib dan tanggung jawab, mencegah pemborosan, serta tidak menerima, menawarkan, atau menjanjikan.
Lebih lanjut, guna mengukuhkan komitmen untuk bekerja jujur dengan tata kelola yang baik, para pimpinan perguruan tinggi dan LLDikti penerima alokasi anggaran sarpras sepakat menandatangani pakta integritas yang turut disaksikan oleh menteri Nasir dan Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Ainun Na’im. Pada kesempatan tersebut, Sekjen Ainun Na’im mengingatkan bahwa pembangunan sarpras tidak hanya berhenti pada saat selesai, tetapi berlanjut sampai pada perawatan.
“Resource sharing hendaknya dilakukan pada perguruan tinggi yang sudah memiliki sarpras memadai, sehingga kami harapkan tidak ada infrastruktur yang menganggur,” tandas Sekjen Ainun Na’im.
Acara Peningkatan Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Sarana dan Prasarana Tahun Anggaran 2019 di Lingkungan PTN dan LLDikti dihadiri oleh puluhan rektor dan sejumlah kepala LLDikti penerima alokasi dana sarpras. Turut hadir pula Staf Ahli Bidang Infrastruktur Kemenristekdikti, Ir. Hari Purwanto, M.Sc., DIC; Direktur Sarana dan Prasarana, Mohammad Sofwan Effendi; dan beberapa pejabat eselon III dan IV di lingkungan Kemenristekdikti.
Redaksi