7 Perbedaan Kurikulum OBE dan Kurikulum Lama 

Perbedaan Kurikulum OBE dan Kurikulum Lama 

Memahami perbedaan kurikulum OBE (Outcomes Based Education) dan kurikulum lama menjadi langkah awal sebelum menentukan hendak menerapkan yang mana. Setiap kurikulum tentunya memiliki kelebihan sekaligus kekurangan tersendiri. 

Memahami bahwa kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia masih memberikan kesenjangan antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan dunia kerja. Maka pergantian kurikulum yang fokus pada penerapan ilmu teori dan praktis seperti OBE sering dipertimbangkan. Lalu, apa bedanya dengan kurikulum lama? Berikut informasinya. 

Sekilas Tentang Kurikulum OBE 

Membahas mengenai perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama, tentu diawali dengan mengenal apa itu kurikulum OBE. Sesuai penjelasan sekilas di awal, OBE merupakan kependekan dari kurikulum Outcomes Based Education atau kurikulum Pendidikan Berbasis Luaran (Hasil). 

Dikutip melalui Universitas Labuhan Batu, OBE adalah kurikulum yang berfokus pada capaian pembelajaran yang terukur, memastikan keberlanjutan proses pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik.

Secara sederhana, OBE akan berfokus pada penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang mengedepankan capaian pembelajaran sehingga ada hasil dari kegiatan pembelajaran tersebut yang sifatnya terukur. 

Sebagai perbandingan yang sekaligus menjadi perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama adalah fokus proses pembelajaran dan penilaian. Pada kurikulum OBE, sistem pembelajaran dan penilaian berfokus pada hasil pembelajaran. 

Sehingga hasil pembelajaran berbentuk proyek, portofolio, dan sejenisnya yang butuh praktek langsung oleh mahasiswa (ilmu praktek dan mengasah keterampilan – skill). Sementara pada kurikulum lama, fokus pembelajaran adalah pada input bukan output. 

Artinya, kurikulum lama akan fokus pada materi dan kegiatan pembelajaran sehingga hasil pembelajaran yang menjadi sistem penilaian adalah pada tingkat pemahaman mahasiswa pada materi tersebut (ilmu teori). 

Kurikulum lama inilah yang kemudian membuat lulusan perguruan tinggi lebih memahami ilmu pengetahuan secara teori sehingga tidak sekaligus mendapat dorongan mengembangkan berbagai keterampilan praktis yang berguna ketika terjun di dunia kerja. Kesenjangan ini, mendorong ada pergantian kurikulum dan salah satunya ke OBE. 

Karakteristik Khas Kurikulum OBE 

Selain memiliki sejumlah perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama, keduanya tentu punya ciri khas masing-masing. Pada kurikulum OBE, ada beberapa poin yang menjadi ciri atau karakteristik khasnya, yaitu: 

1. Capaian Pembelajaran Lebih Jelas dan Terukur 

Karakteristik yang pertama dari kurikulum OBE adalah capaian atau hasil pembelajaran yang lebih jelas dan terukur. Sebab mengacu pada kinerja, yakni praktik langsung ilmu teori yang didapatkan. 

Hasil penerapannya akan dinilai, sehingga lebih terukur. Semakin baik hasil praktek atau kerja mahasiswa, semakin menunjukkan pemahaman pada materi (teori) juga baik. Jika didasarkan pada pemahaman teori saja, lebih sulit untuk diukur pahamnya sampai mana dan seberapa dalam. 

2. Menggunakan pendekatan yang Berpusat ke Mahasiswa 

Karakteristik kedua dari kurikulum OBE adalah menerapkan pendekatan yang berpusat pada mahasiswa atau peserta didik sehingga akan memastikan memakai metode pembelajaran yang mendorong partisipasi mahasiswa. Sebab, dosen perlu memastikan pemahaman teori sudah maksimal agar hasil prakteknya ikut maksimal. 

3. Sistem Penilaian Berbasis Kinerja 

Ciri khas ketiga di dalam kurikulum OBE adalah sistem penilaian yang berbasis pada kinerja. Bisa juga disebut berbasis pada proyek. Jika pada kurikulum lama berfokus pada hasil ujian tertulis. Maka OBE berfokus pada hasil ujian praktik dan memusatkan perhatian pada hasil kerjanya. Baik itu proyek atau portofolio. 

4. Model Pembelajaran Fleksibel 

Karakteristik berikutnya pada kurikulum OBE adalah model atau metode pembelajaran yang fleksibel karena OBE tidak menuntut para dosen untuk fokus menerapkan satu jenis metode pembelajaran. 

Melainkan bisa disesuaikan kondisi dan kebutuhan. Dosen bisa memilih metode pembelajaran yang dirasa paling cocok dengan karakter dan tingkat pemahaman mahasiswa. Kemudian, metode tersebut mendorong partisipasi aktif para mahasiswa selama perkuliahan. 

5. Kurikulum yang Mendorong Perbaikan Berkelanjutan 

Karakteristik berikutnya dari kurikulum OBE adalah menjadi kurikulum yang terus mendorong dilakukan perbaikan. Hal ini sesuai dengan tahapan dalam implementasi atau penerapan OBE sendiri. 

Dimana diawali dengan menentukan profil lulusan. Profil lulusan tentunya akan disesuaikan dengan perkembangan zaman Sehingga materi pembelajaran, proses penilaian, dan keterampilan yang diajarkan ke mahasiswa sejalan dengan kondisi zaman itu sendiri. 

Perbedaan Kurikulum OBE dan Kurikulum Lama 

Melalui penjelasan sebelumnya yang berkaitan dengan definisi dan karakteristik khas dari kurikulum OBE. Mungkin sudah bisa memberi gambaran apa saja perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama. Namun, berikut penjelasan detailnya: 

1. Fokus Utama 

Poin pertama yang menjadi pembeda antara kurikulum OBE dengan kurikulum lama adalah fokus utamanya. Sesuai penjelasan sebelumnya, kurikulum lama akan fokus pada materi apa yang akan disampaikan kepada mahasiswa. 

Sehingga kurikulum ini menuntut dosen untuk menyiapkan materi perkuliahan dengan baik di dalam RPS. Selama perkuliahan dengan beberapa kali pertemuan, akan fokus membahas materi-materi di dalam RPS tersebut. Inilah kenapa kurikulum lama disebut fokus pada input (masukan). 

Sementara itu, di dalam kurikulum OBE fokus utamanya adalah pada hasil pembelajaran. Dosen akan menyusun RPS yang berfokus untuk mendorong mahasiswa memaksimalkan hasil pembelajaran. 

Pada akhirnya, akan diterapkan metode pembelajaran berbasis proyek dan sejenisnya. Sehingga di pertemuan akhir akan ada proyek, portofolio, slide presentasi, karya tulis ilmiah,dll yang dihasilkan mahasiswa dan dinilai oleh dosen. Inilah alasan kenapa kurikulum OBE disebut fokus pada outcome (luaran/hasil). 

2. Peran Pendidik (Dosen) 

Perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama berikutnya adalah pada aspek peran pendidik atau dosen dan guru. Pada kurikulum lama, peran dari dosen sebagai penyampai materi perkuliahan. 

Sehingga seluruh materi yang akan diterima mahasiswa akan disampaikan oleh dosen sejak pertemuan pertama sampai terakhir. Pada beberapa dosen, mungkin diterapkan dengan metode bervariasi. Misalnya dikombinasikan dengan diskusi kelompok mahasiswa. Namun, dosen akan tetap menjadi pusat pemberi materi. 

Sementara di dalam kurikulum OBE, peran dari pendidik atau para dosen berbeda, yakni sebagai fasilitator, mentor, dan pelatih. Materi perkuliahan tidak sepenuhnya disampaikan oleh dosen. 

Selain itu, kegiatan perkuliahan tidak bisa 100% berisi penyampaian ilmu secara teori. Melainkan juga ada kegiatan praktik, sehingga ada proyek dan portofolio yang dihasilkan mahasiswa untuk diukur atau dinilai. Sejalan dengan hal tersebut, para dosen akan mendampingi mahasiswa memahami ilmu teori dan prakteknya. 

3. Peran Peserta Didik (Mahasiswa) 

Hal ketiga yang menunjukan perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama adalah pada peran peserta didik atau siswa dan mahasiswa. Pada kurikulum lama, karena peran pendidik sebagai pusat penyampai materi. Peran mahasiswa dan siswa lebih pasif. 

Mahasiswa akan cenderung berperan sebagai penerima informasi. Jika bingung maka akan bertanya kepada dosen. Jika kurang paham, mahasiswa akan meminta penjelasan ulang. 

Sehingga, selama perkuliahan mereka lebih pasif dan tidak berinisiatif mencari materi dan bagaimana memahaminya dengan mendalam karena sangat mengandalkan penjelasan dari dosen. 

Berbeda halnya dengan kurikulum OBE yang berpusat pada mahasiswa. Kegiatan pembelajaran atau perkuliahan akan mendorong keterlibatan mahasiswa sehingga peran mereka selama perkuliahan lebih aktif. Inilah alasan kenapa metode pembelajaran berbasis kasus dan proyek ideal diterapkan dalam kurikulum OBE. 

4. Metode Penilaian 

Aspek keempat yang menjadi perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama adalah metode penilaian. Pada kurikulum lama, penilaian berfokus pada tingkat pemahaman materi (ilmu teori) mahasiswa. 

Sehingga untuk mengujinya dilakukan ujian tertulis dengan soal berbentuk pilihan ganda, isian, dan sebagainya. Hal ini membuat penilaian akan fokus pada seberapa paham mahasiswa pada ilmu teori yang sudah disampaikan oleh dosen. 

Sedangkan metode atau sistem penilaian di dalam kurikulum OBE berbeda karena berbasis pada kinerja mahasiswa sehingga yang dinilai nantinya adalah hasil pekerjaan mahasiswa. 

Baik itu dalam bentuk proyek, produk, portofolio (misal hasil desain grafis, hasil pembuatan blog pribadi, dll), dan sejenisnya. Sistem penilaian seperti ini mendorong mahasiswa mempraktekan langsung materi perkuliahan yang disampaikan dosen. Sejalan dengan praktek ini, maka keterampilan praktis mahasiswa ikut terasah. 

5. Tingkat Fleksibilitas

Perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama juga terlihat dari aspek tingkat fleksibilitas dalam penerapan. Penerapan yang dimaksud disini adalah penerapan RPS di perguruan tinggi dan silabus di jenjang sekolah. 

Kurikulum lama cenderung saklek, sehingga tidak fleksibel dan akan berfokus dalam menerapkan isi silabus atau RPS. Jika tidak sesuai, akan menimbulkan masalah. Salah satunya ada materi yang belum disampaikan, materi tertentu butuh waktu lebih lama, hasil evaluasi kinerja dosen buruk, dan sebagainya. 

Lain halnya dengan kurikulum OBE, dimana sifatnya lebih fleksibel. Sekalipun masih ada kewajiban untuk menyusun silabus dan RPS, tetapi tidak saklek harus sesuai dengan isi di dalamnya. 

Sebab OBE mendorong dosen dan guru untuk menyesuaikan kegiatan pembelajaran dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik. Misalnya, jika dirasa mahasiswa sudah paham materi A dan B. Maka setelah menjelaskan materi A, materi B tidak dijelaskan melainkan langsung ke materi C dan seterusnya. 

6. Tujuan Akhir Pembelajaran 

Selanjutnya yang menjadi perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama adalah tujuan akhir dari kegiatan pembelajaran. Secara umum, tujuan dari kegiatan pembelajaran di dalam kurikulum lama adalah menerapkan isi RPS atau silabus. 

Ada proses evaluasi kinerja tenaga pendidik, apakah isi RPS dan silabus sudah dilaksanakan sepenuhnya atau belum. Pada akhirnya, para pendidik, termasuk juga dosen akan berusaha menjalankan seluruh isi RPS bagaimanapun caranya. 

Sedangkan pada kurikulum OBE, tujuan akhir pembelajaran adalah pada pencapaian hasil pembelajaran dan kompetensi yang dikuasai oleh mahasiswa atau siswa. Jadi, dosen dan guru akan berusaha memastikan peserta didik yang didampingi menguasai kompetensi yang ditargetkan dan hasil kerjanya optimal.

7. Perancangan Kurikulum 

Hal terakhir yang menjadi perbedaan antara kurikulum OBE dengan kurikulum lama adalah perancangan kurikulum. Secara desain perancangan, kurikulum OBE menerapkan backwards curriculum design (desain mundur). 

Artinya, perancangan dibuat terbalik dengan tahap awal penentuan profil lulusan. Jadi, OBE membuat para dosen menentukan dulu hasil akhir pembelajaran seperti apa. Yakni dengan menentukan mahasiswa yang dibimbing nanti menjadi siapa dan apa sementara kurikulum lama dimulai dengan menentukan materi perkuliahan. 

Melalui penjelasan tersebut, tentunya bisa dipahami apa saja yang menjadi perbedaan kurikulum OBE dan kurikulum lama. Dimulai dari fokus utama sampai proses penilaian dan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam kegiatan perkuliahan (pembelajaran). Memahami perbedaan ini akan membantu perguruan tinggi dan dosen menerapkan OBE.